Pewarta-se.com OI
Masih ingatkah kasus dugaan korupsi dana hibah pilkada kabupaten Ogan tahun 2020 lalu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ogan Ilir, yang diusut oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Ogan Ilir?
Selain Kejari, BPK Perwakilan Sumsel bahkan Inspektorat KPU RI juga telah memeriksa KPU Ogan Ilir terkait realisasi penggunaan dana hibah pilkada Rp 50 miliar tersebut.
Padahal Kejari lebih dahulu telah melakukan penyelidikan terhadap kasus ini, daripada kasus korupsi Bawaslu Ogan Ilir.
Namun, Kejari Ogan Ilir malahan lebih mendahulukan mengungkapkan kasus korupsi di Bawaslu Ogan Ilir dibandingkan KPU itu sendiri.
Tiga orang pun telah ditetapkan sebagai tersangka di Bawaslu Ogan Ilir. Kerugian negara ditemukan sampai Rp 7,4 miliar lebih akibat dimaling oknum koruptor di Bawaslu Ogan Ilir.
Nilai korupsi ini bukan lah sebuah angka yang sedikit, tapi sebuah angka korupsi yang sangat pantastis untuk lembaga setingkat Bawaslu di kabupaten.
Hiruk pikuk perjalanan kasus korupsi di Bawaslu Ogan Ilir tersebut sampai saat ini juga masih manjadi sorotan perhatian publik, terutama soal penetapan tersangka oleh Kejari Ogan Ilir yang dinilai ‘masuk angin’.
Publik pun bertanya-tanya, kok hanya seorang staf honor biasa dan 2 (dua) orang kepala sekretariat (kasek) saja yang menjadi tersangka, untuk sebuah korupsi yang merugikan negara sebesar itu? Penanggungjawab pengguna anggarannya kok tidak tersentuh hukum menjadi tersangka?
Putusan Kejari Ogan Ilir ini yang hanya menetapkan 3 tersangka masih menjadi tanda tanya besar dan membingungkan publik? Mungkin, ini lah yang didugakan publik bahwa Kejari Ogan Ilir telah ‘masuk angin’ tadi. Atau penetapan tersangka ini terkesan tebang pilih. Jamwas Kejagung harus periksa kembali putusan Kejari Ogan Ilir ini yang dinilai kontroversi di mata publik.
Lalu bagaimana dengan penanganan kasus korupsi di KPU Ogan Ilir sendiri?
Terkait perkembangan proses penyelidikan hukum, desas desusnya, beberapa oknum pejabat dan komisioner KPU Ogan Ilir telah menyerahkan sejumlah uang ke Kejari Ogan Ilir. Belum diketahui uang apa itu, apakah uang temuan hasil dugaan korupsi atau bukan?
Ternyata desas desus itu akhir-akhir ini mulai terkuak fakta kebenarannya.
Berdasarkan informasi yang di terima media, KPU Ogan Ilir telah mengembalikan sisa dana hibah untuk penyelenggaraan pilkada sebesar Rp4,1 miliar. Adapun kebutuhan anggaran pilkada saat itu mencapai Rp50 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ogan Ilir, Nur Surya melalui Kasi Intel Ario Apriyanto Gopar, mengatakan, pengusutan dugaan adanya penyimpangan dana hibah pilkada kabupaten Ogan Ilir 2020 berdasarkan pengaduan masyarakat (dumas) yang masuk ke Kejari Ogan Ilir.
Kejari sempat memanggil dan memeriksa ketua KPU Ogan Ilir, kepala sekretariat (kasek) KPU Ogan Ilir dan bendahara KPU Ogan Ilir secara meraton
Benar, KPU Ogan Ilir telah mengembalikan uang Rp4,1 miliar. Uang itu dalam laporan yang dituliskan kasi Intel sebelum kami, merupakan dana sisa hibah saat pilkada yang dijalankan KPU. Dana itu pun telah diserahkan ke kas negara pada 31 Maret 2021 lalu,” ucap Ario belum lama ini kepada Tribunepos.
Dia menjelaskan, kasus ini diusut setelah adanya laporan pengaduan masyarakat (dumas) yang masuk ke Kejari Ogan Ilir. Namun jaksa intel alumnus Hukum Unsri ini tidak merinci, kapan dumas itu masuk dan siapa atau lembaga apa yang melaporkan kasus dugaan korupsi di KPU tersebut.
Ia menambahkan, dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KPU Ogan Ilir ini, Kejari sempat mengeluarkan surat perintah penyelidikan (sprin) tertanggal Mei 2021.
Namun penyelidikan itu terhenti, karena dirasa tidak ditemukan lagi kerugian negara pada kasus ini.
“Prinsip kasus korupsi itu menindak kalau ada atau ditemukan kerugian negara, dalam kasus KPU Ogan Ilir ini sudah tidak ada lagi kerugian negara. Mereka (KPU) sudah mengembalikan sisa dana hibah Pilkada 2020 lalu. Kecuali bukti laporan penggunaan anggaran dana hibah yang mereka (KPU) berikan kepada kami itu ternyata tidak benar atau bohong isi laporannya, maka kami akan tindaklanjuti kembali,” ucapnya.
“Kasus ini bisa dilanjutkan kembali, kalau ada kerugian negara lagi, atau ada alat bukti baru, pun para pejabat dan komisioner KPU bisa ditetapkan menjadi tersangka,” sebutnya.
Sementara itu Ketua KPU Ogan Ilir, Massuryati kepada mediamengatakan, pihaknya telah mengembalikan dana sisa hibah pilkada yang tidak terpakai ke kas negara.
Menurutnya pengembalian dana hibah tersebut sudah sesuai dengan tahapan pilkada, merujuk pada regulasi Permendagri Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pendanaan Pilkada dari APBD maupun Keputusan KPU RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan, Pertanggugjawaban Penggunaan Dana Hibah Pilkada.
Komisioner KPU Ogan Ilir dua periode ini menyebutkan, bukti pengembalian dana hibah Rp 4,1 miliar tersebut bisa dilihat di bendahara KPU, sekretaris KPU, Sekda Pemkab Ogan Ilir dan laporannya juga telah pihaknya sampaikan ke bupati Ogan Ilir.
“Memang benar kami dipanggil kejaksaan waktu itu, aku (ketua KPU), bendahara dan sekretaris kami diminta klarifikasi oleh Kejari, benar nian apo lah malekkan duit itu (apakah benar sudah mengembalikan uang itu). Dan kami jelaskan, hasil pemeriksaan BPK, LHP-nya tidak ada ditemukan korupsi, kami kan sudah mengembalikan dan dianggap lengkap oleh BPK, ini buktinya (sambil menunjukkan bukti laporan dan hasil pemeriksaan BPK serta Inspektorat KPU RI di hadapan kasi Intel Kejari waktu itu Ikram dan 4 orang jaksa pemeriksa lainnya),” ujar Massuryati, Selasa (10/1/2023).
Dia menjabarkan, walau pun diperiksa atau tidak diperiksa, setelah tahapan pilkada berakhir, tepatnya tiga bulan setelahnya, yakni jatuh di bulan Maret 2021, maka KPU wajib mengembalikan sisa anggaran yang tidak digunakan ke kas daerah. “Dan itu sudah kami lakukan,” ucapnya.
“Kejari ini kan orang-orang baru, mungkin dia tidak terlalu mengerti-ngerti betul masalah ini. Kami itu pada dasarnya diperiksa atau tidak diperiksa, dipanggil atau tidak dipanggil, sudah aturan kami harus mengembalikan dana sisa itu ke kas daerah itu. Jadi bukan karena diperiksa kami baru mengembalikan, itu salah. Mau didemo orang atau tidak didemo orang kami tetap mengembalikan,” sebutnya.
Beberapa item kegiatan tahapan pilkada yang tidak bisa terlaksana sehingga dana tersebut harus dikembalikan, versi KPU Ogan Ilir:
1. Sosialisasi tidak semuanya dilakukan, karena keterbatasan kondisi masa covid, hanya sosialisasi melalui media.
2. Sidang MK tidak dilakukan, karena tidak ada gugatan dari calon bupati yang kalah, artinya anggaran hukum dan lainnya tidak terpakai.
3. Bantuan sosial tidak semuanya tersalurkan, karena bantuan sosial ini diperuntukkan kalau ada penyelenggara yang meninggal dunia, di Ogan Ilir sendiri ada 6 orang yang meninggal, satu orangnya dapat bantuan Rp 33 juta.
4. Biaya cek kesehatan calon, sebelumnya dianggarkan untuk maksimal lima calon, ternyata hanya dua calon, jadi ada sisa.
( **Ab**)