Lampung Tengah
Pertarungan antar-incumbent terjadi di Kabupaten Lampung Tengah. Bupati Musa Ahmad dan Wabup Ardito Wijaya pecah kongsi. Maju sendiri-sendiri. Musa menggandeng Ahsan Sa’ad, sedang Ardito berpasangan dengan I Komang Koheri.
Karena sama-sama “tahu kartu”, pertarungan kedua pasangan ini akan lebih seru. Siasat-siasat tidak biasa dipastikan akan banyak kejadian. Bukan mustahil, praktik politik “jebak-jebakan” akan mengemuka, guna saling meruntuhkan pamor.
Namun mereka harus diingatkan, bahwa siapapun pemenang pilkada 27 November 2024 nanti, ada persoalan serius yang selayaknya menjadi prioritas penanganannya. Apa itu? Tidak lain memperbaiki sikap mental jajaran birokrat atau ASN setempat.
Mengapa demikian? Karena fakta yang dibeberkan BPK RI Perwakilan Lampung Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pemkab Lamteng Tahun 2023 dalam LHP Nomor: 37B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 2 Mei 2024 lalu, teramat banyak praktik “ngakali” anggaran yang dilakukan berbagai jajaran pimpinan OPD. Akibatnya, tidak sedikit uang rakyat Lamteng yang hingga kini masih bertaburan tidak karuan di kantong para birokrat nakal, sekaligus merugikan keuangan pemkab.
Jika daerah-daerah lain urusan utang dan pengendalian defisit anggaran menjadi persoalan utama yang harus ditangani oleh pemenang pilkada serentak 2024, tidaklah demikian dengan Pemkab Lamteng. Secara keuangan, kondisinya bisa dibilang cukup mapan.
Hal tersebut dapat dilihat dari surat Representasi Manajemen yang disampaikan Bupati Lamteng, Musa Ahmad, kepada Kepala BPK RI Perwakilan Lampung, Mei 2024, -setebal 384 halaman-, dimana harus diakui bila kinerja pemerintahan selama tahun 2023 kemarin sangatlah baik.
Dengan realisasi pendapatan meningkat pesat. Yaitu Rp 2.555.792.677.946,28 atau 95,95% dari yang dianggarkan sebesar Rp 2.663.792.973.221,00. Bila dibandingkan dengan realisasi pendapatan tahun 2022 sebesar Rp 2.554.441.525.514,79, terjadi kenaikan 0,05% atau senilai Rp 1.351.152.431,49.
Pendapatan sebesar Rp 2.555.792.677.946,28 tersebut terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp 230.639.061.502,68 atau 86,37% dari target, pendapatan transfer Rp 2.322.206.341.443,60 atau 97,03% dari yang dianggarkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 2.947.275.000,00 atau 85,26% dari anggaran.
Sedangkan belanja daerah pada tahun 2023 kemarin, Pemkab Lamteng menganggarkan Rp 2.766.494.796.197,00, dengan realisasi Rp 2.513.744.798.133,09 atau sebesar 90,86%. Anggaran belanja daerah tersebut dipergunakan untuk belanja operasi sebesar Rp 1.713.827.463.814,22, belanja modal Rp 313.421.135.398,87, belanja tidak terduga Rp 6.332.629.000,00, dan belanja transfer sebanyak Rp 480.163.569.920,00.
Yang patut menjadi catatan positif –dan layak diacungi dua jempol- adalah kenyataan bahwa pada tahun 2023 APBD Kabupaten Lamteng mengalami surplus sebesar Rp 42.047.879.813,19, dan apabila dibandingkan dengan tahun 2022 yang mengalami defisit keuangan riil sebanyak Rp 63.532.228.237,06, maka terjadi kenaikan sebesar Rp 105.580.108.050,25. Tentu ini prestasi sekaligus prestise yang fenomenal atas kepemimpinan Musa Ahmad dan Ardito Wijaya periode lalu.
Meski demikian, terkait dengan anggaran belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan, justru menurun dibanding tahun 2022. Bila sebelumnya direalisasikan sebesar Rp 196.036.978.093,70, pada tahun 2023 Pemkab Lamteng hanya menganggarkan Rp 93.011.086.332,00, dengan realisasi Rp 79.722.394.177,20. Atau terjadi penurunan sebesar Rp 116.314.583.916,50.
Perincian anggaran dan realisasi belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan sepanjang tahun 2023 bisa diungkapkan sebagai berikut:
1. Belanja modal jalan kabupaten dianggarkan Rp 72.802.920.185,00, realisasi Rp 61.565.399.561,70 atau 84,56%. Realisasi tahun 2022 sebesar Rp 167.797.804.875,23.
2. Belanja modal jalan lainnya dengan anggaran Rp 89.869.530,00, terealisasi Rp 89.869.530,00 atau 100%. Tahun 2022 realisasinya Rp 896.463.020,00.
3. Belanja modal jembatan pada jalan kabupaten beranggaran Rp 12.105.951.868,00, terealisasi Rp 10.910.633.000,00 atau 90,13%. Tahun 2022 realisasinya mencapai Rp 11.456.208.723,71.
4. Belanja modal bangunan waduk irigasi tanpa anggaran, padahal di tahun 2022 realisasinya Rp 24.117.842,24.
5. Belanja modal bangunan pengambilan irigasi juga tidak dianggarkan. Pada tahun 2022 realisasinya Rp 38.752.031,12.
6. Belanja modal bangunan pengaman irigasi pun tidak dianggarkan, sedangkan pada tahun 2022 realisasinya mencapai Rp 29.915.900,00.
7. Belanja modal bangunan pelengkap irigasi juga tidak dianggarkan. Pada 2022 realisasinya Rp 154.047.000,00.
8. Belanja modal bangunan sawah irigasi tidak terdapat anggarannya, di tahun 2022 terealisasi Rp 39.904.000,00.
9. Belanja modal bangunan air irigasi lainnya dianggarkan Rp 5.018.411.149,00, dengan realisasi Rp 4.396.662.534,50. Pada tahun 2022 direalisasikan Rp 6.311.828.128,90.
10. Belanja modal bangunan pembawa air kotor dianggarkan Rp 53.133.600,00, dengan realisasi Rp 53.133.600,00, sedangkan pada tahun 2022 realisasinya mencapai Rp 134.343.000,00.
11. Belanja modal bangunan air kotor lainnya tidak dianggarkan, di tahun 2022 terealisasi Rp 134.046.000,00.
12. Belanja modal pengadaan instalasi pengolahan sampah juga tidak dianggarkan. Pada tahun 2022 realisasinya Rp 16.289.378,00.
13. Belanja modal instalasi pembangkit listrik pun tidak dianggarkan. Pada 2022 terealisasi Rp 7.196.000.000,00.
14. Belanja modal jaringan air minum dianggarkan sebesar Rp 2.900.000.000,00, dengan realisasi Rp 2.665.985.951,00. Pada tahun 2022 realisasinya Rp 44.188.500,00.
15. Belanja modal jaringan listrik dianggarkan Rp 40.800.000,00, terealisasi Rp 40.800.000,00 atau 100%. Di 2022 realisasinya mencapai angka Rp 1.763.069.694,50.
Bagaimana dengan tata kelola keuangan dan penggunaan anggaran sepanjang tahun 2023? BPK RI Perwakilan Lampung dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Perundang-Undangan Pemkab Lamteng Tahun 2023, menguraikan masih banyaknya kelemahan dalam pengendalian intern maupun ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.
Adapun pokok-pokok temuan BPK RI Perwakilan Lampung di antaranya adalah: Pembayaran honorarium pejabat pengadaan barang dan jasa pada 41 BLUD dan 33 OPD tidak sesuai ketentuan, mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 633.752.500,00. Lalu pengadaan 2.100 unit chromebook peralatan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tidak sesuai ketentuan. Mengakibatkan pengadaan peralatan TIK tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan, dan membebani keuangan daerah sebesar Rp 4.295.400.000.00, ditambah kelebihan bayar Rp 47.120.000,00.
Juga terjadi kekurangan volume sebesar Rp 107.671.077,58 dan ketidaksesuaian spesifikasi kontrak sebanyak Rp 983.792.550,93 atas modal belanja dua paket pekerjaan jalan dan irigasi pada dua OPD, mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp 1.091.463.628,51. Pun pertanggungjawaban belanja Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB) pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) tidak sesuai kondisi senyatanya, mengakibatkan terjadinya indikasi kerugian daerah sebesar Rp 990.118.423,67.
Pengungkapan lemahnya tata kelola keuangan dan realisasi anggaran di lingkungan Pemkab Lamteng bisa dimulai dari pemberian honorarium kepada pejabat pengadaan barang dan jasa pada 41 BLUD dan 33 OPD, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 633.752.500,00.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 2023 dianggarkan belanja pegawai sebesar Rp 1.243.306.393.762,00 dengan realisasi Rp 1.126.680.044.296,73 atau 90,62%. Dari angka realisasi tersebut, sebanyak Rp 28.727.914.037,50 merupakan belanja pegawai BLUD, dan Rp 1.487.362.000,00 merupakan belanja honorarium pengadaan barang dan jasa.
Dari pemeriksaan terhadap 39 BLUD Puskesmas dan satu BLUD Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) diketahui, bahwa pejabat pengadaan ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Nomor: 800/0206/D.a.VI.02/I/2023 tentang Penunjukan Pejabat Pengadaan Dinas Kesehatan Kabupaten Lamteng Tahun Anggaran 2023, tertanggal 18 Januari 2023.
Persoalan terungkap saat dilakukan reviu terhadap SK Kepala Dinas Kesehatan dibandingkan dengan dokumen bezetting pegawai, yang menunjukkan bila delapan pegawai pengadaan yang ditetapkan di dalam SK ternyata merupakan pegawai pada Bagian Pengadaan Barang/Jasa Sekretariat Daerah Pemkab Lamteng.
Kepala Bagian Pengadaan Barang/Jasa Setdakab Lamteng membenarkan bila delapan pegawai pengadaan barang dan jasa pada 39 BLUD Puskesmas dan satu BLUD Labkesda merupakan pejabat fungsional di kantornya, dan telah menerima tunjangan fungsional pengelola pengadaan barang/jasa juga tambahan penghasilan yang telah memperhitungkan risiko dan beban kerja.
Lalu bagaimana? Pembayaran honorarium terhadap pejabat pengadaan barang/jasa pada 39 BUD Puskesmas dan satu BLUD Labkesda ini senyatanya telah melanggar Peraturan Presiden Nomor: 33 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor: 53 Tahun 2023 tentang Standar Harga Satuan Regional. Atas persoalan ini, BPK RI Perwakilan Lampung mencatat adanya kelebihan pembayaran kepada pejabat pengadaan barang dan jasa yang di-SK-kan oleh Kepala Dinas Kesehatan sebesar Rp 287.836.500,00.
“Gaya main” yang sama terkait pembayaran honorarium pejabat pengelola barang dan jasa juga terjadi pada 33 OPD lainnya. Masing-masing kepala OPD meng-SK-kan, dan ternyata yang ditunjuk merupakan pegawai pada Bagian Pengadaan Barang/Jasa Setdakab Lamteng. Dan terkait dengan hal tersebut, sesungguhnya penunjukan pejabat pengadaan barang dan jasa juga telah ditetapkan oleh Bupati Lamteng melalui SK Nomor: 7/KPTS/Setda.II.07/2023 tentang Pembentukan Tim Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Pemkab Lamteng, dan berdasarkan SK tersebut pejabat pengadaan barang dan jasa melaksanakan tugas melalui SPT Nomor: 800/009/SPT/Setda.II.07/2023 tanggal 17 Januari 2023 yang ditandatangani Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa.
Akibat tidak taatnya 33 OPD dalam melaksanakan tata kelola dan penggunaan anggaran sebagaimana ketentuan, terjadi penyimpangan sebesar Rp 345.916.000,00 sebagai kelebihan pembayaran.
Persoalan mental jajaran birokrat “nakal” inilah yang menjadi prioritas kerja pemenang pilkada Lamteng nanti. Karena sebanyak apapun pendapatan, jika pelaksana programnya dipenuhi dengan kelicikan, tidak akan berimbas positif bagi perkembangan daerah apalagi peningkatan taraf hidup masyarakat. Intinya: reformasi mental birokrat adalah pekerjaan rumah utama bagi bupati-wabup mendatang. (sugi)