LAMPUNG
Para petinggi di BPKAD Kota Bandar Lampung tampaknya perlu bersiap-siap. Bukan hanya menghadapi pemeriksaan di Kejaksaan Agung terkait dugaan penyimpangan APBD TA 2023 yang masih terus berjalan, tetapi juga adanya laporan penggunaan sisa dana pemerintah pusat sebesar Rp 80 miliar yang Selasa (8/10/2024) kemarin dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.
Adalah M. Yusuf, Ketua Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP-KPK) Provinsi Lampung, yang melaporkan Pemkot Bandar Lampung –dalam hal ini BPKAD- ke Kejaksaan Tinggi Lampung.
Pada surat bernomor: 021/KD/LAPDU/LPKPK/IX/2024 perihal: Laporan Dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tertanggal 18 September 2024, itu melaporkan adanya praktik penggeseran dana pemerintah pusat sebesar Rp 80 miliar oleh Pemkot Bandar Lampung sebagaimana dituangkan dalam LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor: 29B/LHP/XVIII.BLP/05/2024 tanggal 2 Mei 2024.
Menurut Ketua LP-KPK Provinsi Lampung, M. Yusuf, apapun dalihnya penggeseran dana pusat yang telah dibatasi penggunaannya tersebut merupakan perbuatan melawan hukum (PMH), dan karena merupakan uang negara maka indikasi adanya tindak pidana korupsi sangat terang benderang dalam persoalan ini.
“Kami juga memiliki data bahwa bukan hanya Rp 80 miliar saja dana pemerintah pusat yang dibatasi penggunaannya telah disikat oleh BPKAD Pemkot Bandar Lampung. Pada tahun anggaran 2022 hal yang sama juga terjadi, dimana sisa dana pusat Rp 64,13 miliar yang dimainkan. Total semua yang dimanipulasi penggunaannya sebesar Rp 144 miliar,” kata M. Yusuf, Rabu (9/10/2024) siang melalui telepon.
Dijelaskan, pihaknya melakukan pelaporan dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara penggeseran dana pusat yang dibatasi penggunaannya itu semata-mata untuk menyelamatkan uang negara, yang notabene merupakan uang rakyat.
“Dan sudah seharusnya, pengambil kebijakan dan pelaku penggeseran penggunaan dana yang dibatasi penggunaanya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena itu kami melaporkan hal ini ke Kejati Lampung, dengan harapan ada penegakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” imbuh aktivis antikorupsi ini.
M. Yusuf menambahkan, bukan hanya soal aksi “menyikat’ dana pusat oleh BPKAD saja yang dilaporkan pihaknya. Pada surat yang sama, LP-KPK juga melaporkan mengenai tidak ditanganinya aset Pemkot Bandar Lampung bernilai Rp 41 miliaran, sehingga ada indikasi pembiaran dan mengakibatkan hilangnya aset pemerintah.
“Kami juga melaporkan keterlibatan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung dalam Koperasi Betik Gawi yang telah merugikan ratusan pensiunan guru di Kota Bandar Lampung. Terindikasi ada oknum-oknum di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang memanfaatkan uang para pensiunan di Koperasi Betik Gawi selain memang ada arahan pimpinan,” lanjut Yusuf.
Hal lain yang dilaporkan, tambah dia, mengenai adanya dugaan penyimpangan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung.
“Jelas dalam hal ini, ada pihak-pihak yang memanfaatkan retribusi untuk kepentingan pribadinya, dan ini yang harus ditelisik,” ucapnya.
Apa tanggapan Kepala BPKAD Bandar Lampung, M. Nur Ramdhan, atas adanya laporan ke Kejati oleh LP-KPK ini? Sayangnya, pejabat penting di Pemkot Bandar Lampung itu belum berhasil dimintai tanggapan hingga berita ini ditayangkan. (sugi)